Kenapa tidak Bio Diesel?

Ketika harga minyak dunia terus naik mencapai kisaran di atas USD 100 per barrel, Pemerintah Indonesia menaikan harga BBM menjadi Rp 6.500 per liter. Semua berteriak, karena kenaikan harga BBM ini akan diikuti dengan kenaikan harga kebutuhan hidup lainnya.

Namun, di bulan terakhir ini, setelah resesi di Amerika menular cepat ke kawasan lain di dunia, harga minyak melorot, hingga ke level USD 70an per barrel. Lalu, saya heran, kenapa rakyat Indonesia tidak segera minta agar harga BBM diturunkan ya?

Pemerintah selalu berkata, Indonesia merupakan negara pengekspor minyak (dulunya), sekarang menjadi negara pengimpor. Dengan kebutuhan pemakaian minyak dalam negeri yang besar, kita memerlukan pasokan dari luar.

Padahal kita mempunyai kilang minyak baik di darat maupun lepas pantai. Kenapa kelangsungan hidup negara ini harus bergantung kepada fluktuasi harga minyak dunia?

Saya coba menarik benang merah Indonesia dengan Brazil. Dimana kedua negara ini sama sama memiliki jumlah penduduk yang besar, dan hutang yang besar. Di awal 80an, Brazil merupakan salah satu negara di Amerika Latin yang hampir bangkrut karena lilitan beban hutang.
Di sisi lain, Indonesia juga tenar dengan jumlah utang nya, terutama semenjak krismon 1998 lalu. Namun, Brazil berhasil menunjukkan titik balik perbaikan ekonomi, yang salah satu dilandasi dengan program penggunaan bio diesel.

Di Brazil, hampir 20% dari konsumsi bahan bakar telah menggunakan bio diesel. Jadi, negara ini relatif tahan dengan guncangan harga minyak internasional(fossil diesel). Lebih dari itu, Brazil telah menjadi negara pengekspor biodiesel terbesar di dunia.

Balik ke Indonesia, jika Pemerintah berpikir strategik, kita juga dapat menjadi negara pemakai dan penghasil biodiesel. Dengan luas lahan yang berkelimpahan, iklim tropis dan suburnya tanah, tanaman singkong, tebu, kelapa sawit, jarak, dapat digunakan menjadi sumber energi alternatif (energi nabati).

Namun, sekali lagi, sayangnya, Pemerintah tidak bertindak cepat dalam membaca trend masa depan energi. Baru bulan ini, DPR mengesahkan adanya UU Penggunaan Energi Nabati, yang efektif berlaku mulai Jan 09 nanti. Di tengarai, sekitar 5% kebutuhan minyak haruslah berasal dari sumber energi nabati ini.

Better late than never.

Namun, apakah UU ini dapat diantisipasi oleh pasar? Apakah kebutuhan energi nabati ini dapat disupplai oleh industri energi nabati dalam negerl? Karena banyak industri ini mati suri, disebabkan oleh tiada nya dukungan dari Pemerintah di waktu lalu.

Pembaca, kenapa sih Pemerintah kita sering terlambat dalam penetapan hal hal yang berhubungan dengan hajat hidup orang banyak?

0 komentar



Posting Terbaru

Komentar Terbaru