Hallo Pembaca...
sebuah hasil perenungan tentang dunia MLM (multi level marketing)...
Agus, memulai bisnis MLM 4 tahun lalu, semenjak menjadi karyawan sebuah perusahaan swasta nasional. Jaringan semakin melebar dan mengakar dan di tahun ke 2 berbisnis, Agus memutuskan MLM menjadi sumber pencaharian utama.
Kini, uang bukanlah menjadi masalah utama baginya. Sewaktu menjadi karyawan dulu, Agus sering terhimpit dengan masalah keuangan rumah tangga. Dengan berbisnis MLM, kehidupan ekonomi dan status social Agus meningkat, membuat Agus disegani oleh keluarga dan lingkungan sekitar.
Namun, Agus tengah menghadapi masalah yang pelik. Dia merasa kelihangan visi dan semangat dalam berbisnis. Menurutnya, jaringan yang telah susah payah dibangun, kini telah berjalan lancar. Para down line sudah paham apa yang harus dilakukan tanpa perlu mendapatkan bimbingannya. Agus berpikir bahwa karir nya di bisnis ini telah mencapai titik nadir.
Problem yang dialami Agus, merupakan hal yang lumrah terjadi di dunia pemasaran berjenjang. Melemahnya visi karena seseorang telah masuk ke dalam zona nyaman (comfort zone).
VISI merupakan modal utama dalam berbisnis MLM. Tekad dalam meraih impian, menciptakan energi yang luar biasa, membuat seseorang pantang menyerah dan bermental baja. Ditambah lagi dengan motivasi dan testimoni dari para upline, menjaga visi ini terus berkobar.
Namur, jika visi menjadi loyo, apakah jejaring bisnis dapat terus berkembang? Jawabannya singkat - TIDAK.
Bagaimana jalan keluar bagi Agus untuk menyegarkan kembali visi nya?
Penulis mengkaji masalah ini melalui pendekatan teori hirarki kebutuhan Maslow. Di tahun 1943, Dr. Abraham Maslow, menjelaskan bahwa kebutuhan manusia dapat dibagi menjadi (dari urutan tertinggi-tertendah):
Aktualisasi diri (self actualization) seperti prinsip kebijaksanaan, kebenaran dan keadilan
Penghargaan (esteem needs), misalnya pengakuan dari lingkungan sekitar dan status sosial
Sosial (social needs) yang didapat lewat pertemanan dan keanggotaan kelompok tertentu.
Keamanan (safety needs), dicontohkan dalam rasa aman di bidang finansial
Psikologis (physiological needs) merupakan kebutuhan dasar makhluk hidup, seperti udara – air – pangan.
Ketika Agus menjalankan bisnis jaringan ini, ada kebutuhan yang terpenuhi yaitu keamanan (dalam hal keuangan), sosial (keanggotaan kelompok tertentu) dan penghargaan (peningkatan strata sosial).Namun, sayangnya, langkah ini terhenti sebelum mencapai level tertinggi – aktualisasi diri.
Dalam teorinya, Maslow menjelaskan bahwa aktualisasi diri merupakan proses pencarian seumur hidup. Mencari arti kebijaksanaan dan kebenaran akan terus bertumbuh seiring dengan perkembangan intelektual dan pengalaman hidup manusia.
Dalam usaha mencapai pemenuhan kebutuhan aktualisasi diri, Agus harus menyadari dia adalah panutan, pemberi motivasi bagi para downline nya. Seperti manusia yang bertumbuh ke arah kedewasaan, muncul sikap untuk bagaimana selalau memberi bagi lain. Hal ini berkebalikan dengan sikap egosentris yang selalu mempertanyakan apa yang dapat orang lain berikan untuk diri kita.
Agus harus berproses untuk menemukan cara paling efektif memotivasi jaringan, meredakan konflik internal dan strategi pengembangan jaringan berkelanjutan (ke bawah maupun ke samping). Pola pemikiran beralih dari doer (pelaku) menjadi thinker (pemikir dan pembuat gagasan). Hal ini dapat dilakukan melalui penulisan artikel/buku, seminar motivasi juga konsultasi personal yang lebih berkualitas dengan para downline.
Dunia bisnis terus berkembang dan berubah. Changes become common things. Strategi agar MLM dapat terus bertahan di tengah lingkungan bisnis yang turbulen, membutuhkan sebuah komitmen dari para leader.
Akhir kata, para leader bisnis MLM, anda adalah cermin dan panutan bagi semua downline. Visi hidup anda akan terefleksi dalam kinerja jaringan. Anda memikul TANGGUNG JAWAB untuk menjaga visi ini terus menyala. Siapkah anda?
Hi MLMers!
Sebuah jajak pendapat di Kompas, Minggu - 6 April 2008 yang dilakukan oleh Litbang Kompas terhadap 503 responden berusia minimal 17 tahun menunjukkan:
Pekerjaan yg diimpikan:
26% - pegawai kantoran
24,9% - pengusaha/wiraswasta
11,5% - lainnya
Namun, di sisi lain, walaupun pekerjaan sebagai pegawai kantoran menduduki posisi terfavorit - hasil survey menyebutkan:
19,5% - responden tidak menginginkan jadi orang kantoran
8,9% - ogah jadi pemulung/tukang sampah
3,2% - tidak mau jadi teknisi/montir/pekerja tambang
1,8% - tidak bersedia jadi pembantu rumah tangga
58,4% - tidak tahu
Dari survey singkat ini, nampak penurunan minat generasi muda untuk bekerja kantoran. Di sisi lain, wirausaha semakin dilirik, karena menjadikan kesuksesan yang lebih (beserta resiko nya!)
Yang menyedihkan, 58% menjawab tidak tahu- survey menyebutkan apakah karena mereka tidak mengerti "what they want" atau karena banyak nya pengangguran - boro boro mikir profesi idaman - dapat kerja aja sudah untung!
Banyak nya generasi muda yang masih mencari kerja - atau kehilangan kerja (di wilayah DKI Jakarta) - saya pikir, sebuah ladang dimana MLM masih punya banyak ruang...
Any comments?
Ben
Hi bloggers,
Saya yakin, banyak dari kita sudah akrab dengan istilah Multi Level Marketing (MLM). Menjual barang dengan cara distribusi langsung - person to person. Cara ini diyakini merupakan salah satu alternatif penjualan yang efektif, dimana brand and product awareness dibangun lewat jaringan individual distributor yang memenuhi pasar.
Banyak industry yang mengadopsi MLM sistem ini unuk memasarkan produk, baik dari bidang obat/farmasi, cosmetics/toiletries, kesehatan dan lainnya. Banyak orang yang sukses karena MLM, namun tidak sedikit yang menghujat dan curiga.
Apakah kesuksesan di MLM ini fakta atau sekedar tipuan marketing saja?
Saya bukan seorang distributor MLM perusahaan tertentu, harap ini dijadikan catatan dalam mengkaji artikel ini. Jadi tidak membawa pesan sponsor dari manapun :)
Pengalaman bekerja di management sebuah MLM, membuat saya menganalisa, apakah kesuksesan yang ditawarkan MLM ini bisa direalisasikan atau hanya sebuah isapan jempol.
Kebanyakan distributor MLM memulai bisnis, ketika mereka terlilit kesulitan keuangan (banyak hutang), fresh graduate yang sulit mendapatkan kerja kantoran, bahkan korban2 PHK. Dalam kurun waktu berapa tahun, mereka bisa sukses, setidaknya terlepas dari masalah kurang uang. Saya analisa, bonus bulanan mereka kian lama makin bertambah.
Di sisi lain, banyak pula individu yang memulai bisnis MLM dengan sejuta impian, akhirnya kandas, bahkan bersikap skeptis/sinis terhadap MLM bisnis.
* MLM masih menjanjikan kesuksesan? PASTI!
* MLM dapat dijadikan profesi yang menghasilkan? Ada ribuan distributor yang menggantungkan hidup mereka dari bisnis MLM. Kalau kita dengar testimoni para distributor bagaimana MLM mengubah hidup mereka, wah, pasti panjang banget untuk diungkapkan di artikel ini.
Kenapa ada orang yang berjaya di MLM dan yang lain keok?
Analisa singkat saya, ini semua bergantung pada "3 Tepat"
1. Tepat Pribadi - apakah anda type seorang penjual (sales). Karena syarat mutlak bisnis ini, anda benar2 seorang yang tahan banting, tahan mental, tahan stamina fisik dan tahan malu - dalam hal mencari downlines
2. Tepat Visi - apakah MLM merupakan bagian vital dari visi hidup anda? MLM membutuhkan pembangunan jaringan distributor, dimana sebagai upline, harus dapat menularkan visi bisnis dan hidup anda ke para downlines. Visi untuk terus berkembang, tidak mudah puas diri, dan berpikiran positif. Sikap hidup yang berdasarkan pada "proses", dimana tidak ada kesuksesan tanpa disertai kerja keras
3. Tepat Waktu dan Tempat - apakah anda membangun bisnis MLM di waktu yang tepat? pasca krisis ekonomi 1998 merupakan momentum kebangkitan MLM di Indonesia.
apakah tempat yang dipilih tepat? pilihlah daerah di mana banyak dijumpai orang2 yang membutuhkan income tambahan, terutama di luar pulau Jawa - menurut saya banyak menghasilkan leader2 MLM baru.
* Apakah kesuksesan MLM berlaku untuk semua orang? Saya pikir TIDAK.
Tidak semua orang cocok berbisnis di MLM, kecuali jika ada punya karakter dan visi seorang penjual.
Akhir kata, MLM merupakan salah satu alternatif pencarian nafkah - daripada korupsi atau manipulasi kan?
Ada komentar? Feel free to put in
Ben
Dear Bloggers,
Communication is the heart of multi level marketing
“Communication is the heart of multi level marketing” ungkapan tadi tidaklah berlebihan bagi mereka yang bekecimpung di dunia multi level marketing. Komunikasi merupakan alat terpenting dalam membangun jaringan (network), karenanya dapat dikatakan komunikasi sebagai jantungnya Multi Level Marketing. Dengan jaringan (network) sebagai alat pemasaran, komunikasi merupakan media penyampaian informasi baik secara lisan maupun tertulis dari satu anggota (member) ke member lainnya.
Dalam sistem multi level marketing, istilah upline dikenal sebagai individu yang mensponsori individu lain (downline) bergabung dalam satu jaringan yang sama. Dalam hirarki, posisi downline bisa langsung di bawah upline (direct downline), ataupun beberapa level di bawah sang upline (indirect downline). Bisnis tumbuh berkat kerjasama yang saling menguntungkan (win win relationship) antara upline maupun downline. Sinergi terbentuk antara mereka untuk mencapai visi– membangun jaringan yang jauh lebih luas lagi.
Dalam prakteknya, kerjasama tidak selalu berjalan mulus. Ganjalan dalam berkomunkasi selalu menimbulkan kesalah-pahaman dan perbedaan persepsi dalam menjalankan bisnis. Jika hal ini tidak segera diatasi, seringkali akan membuat masalah makin berlarut-larut hingga mengakibatkan terhambatnya aktivitas bisnis.
Menurut analisa penulis, komunikasi antara upline dan downline dapat dibagi menjadi 2 tahapan,:
Tingkatan pertama – coaching period
Timbul pada waktu downline pertama bergabung dan masih merupakan bagian dari grup yang belum berdiri sendiri (personal group)
Dalam fase ini upline sebagai pembimbing (mentor) dan contoh/teladan bagi para downline dalam melakukan berbagai macam kegiatan, misalnya; presentasi, merekrut, membangun jaringan dan mengasah naluri bisnis (business instinct). Dalam periode ini, terdapat komunikasi personal yang ekstensif (luas dan mendalam) diantara mereka.
Tingkatan kedua - development period
Terjadi sejak downline sudah membentuk group yang berdiri sendiri, lepas dari group sang upline (independent leg).
Pada tahap ini, terdapat perubahan-perubahan, yaitu:
· Peran downline yang sudah menjadi individu yang mandiri dalam menjalankan bisnis.
· Hubungan Upline-Downline beralih dari hubungan yg bersifat vertikal ke tingkat horizontal, dimana mereka kini menjadi mitra bisnis yang sejajar
· Komunikasi personal, beralih menjadi komunikasi yang berorientasi bisnis dan menekankan pada profesionalisme.
Konflik seringkali timbul, karena upline dan downline tidak siap, atau gagal melakukan transisi dari bentuk komunikasi tingkat pertama ke tingkat selanjutnya.
Ada beberapa masukan yang dapat dipertimbangkan untuk mengatasi konflik komunikasi tersebut:
· Berorientasi pada pemecahan masalah (problem solving) bukan masalah itu sendiri.
Bisnis Multi Level Marketing merupakan bisnis antar manusia, dimana banyak terdapat peluang konflik. Hal tersebut tidak dapat dihindari, namun ada kata bijak yang kita bisa jadikan acuan, “persoalan adalah bagaimana kita melihat sebuah masalah, bukan masalah itu sendiri”.
Jika seseorang melihat problem yang sebetulnya sederhana dan gampang dipecahkan, seolah masalah tersebut adalah masalah yang sangat berat. Hal ini akan mempengaruhi pola pikir dan memicu tindakan negatif, yang pada akhirnya malah akan memperburuk masalah. Anda juga percaya, jika kita berpikir positif, segalanya akan berdampak lain kan?
· Win-Win Relationship dan mengedepankan sinergi
Hubungan saling menguntungkan (win win relationship) merupakan dasar utama dalam berbisnis. Jika terdapat ketimpangan dalam hubungan tersebut, di mana satu pihak selalu mengalami kerugian, bisnis akan tersendat.
Multilevel marketing membutuhkan kemandirian dalam kebersamaan. Apa artinya? Seorang downline, pertama kali akan dibimbing oleh sang upline, untuk membangun group yang independen. Setelah melewati tahap tersebut, ketergantungan kepada upline, akan beralih menjadi mitra sejajar, yang bervisi pada pengembangan jaringan secara lebih luas.
Mengacu pada salah satu ajaran Stephen R. Covey dalam 7 Habits of Highly Effective People, Interdependensi, hubungan saling ketergantungan – jika downline tidak mandiri, upline akan kesulitan mengembangkan bisnis, sebaliknya, upline yang tidak memiliki rasa kepedulian bisa membuat downline frustasi. Menyatukan persepsi bahwa bisnis ini membutuhkan kerjasama jangka panjang (long term relationship) antara upline dan downline, memang merupakan hal hal yang mudah untuk diucapkan, tapi butuh pengalaman dan kesabaran dalam melaksanakannya.
Akhir kata, penulis mengibaratkan sebatang lidi dengan sapu lidi. Jika sebatang lidi gampang untuk dipatahkan, tidak demikian halnya dengan sapu lidi, yang merupakan gabungan puluhan batang lidi yang diikat menjadi satu kesatuan. Kami yakin, anda bisa menarik kesimpulan dari kalimat ini, jika dihubungkan dengan pengembangan jaringan MLM bukan?
Ada input dari Anda? Feel free to put in!
Hi Bloggers,
Listening is an art (Frances Hesselbein)
· “Pusing kalau up line saya presentasi, ngomongnya tidak ada habis habisnya dan tidak ada waktu buat bertanya, “ ungkap Dela, distributor sebuah MLM di Jakarta.
· Pengalaman Deddy,seorang karyawan swasta di Surabaya,” Kapok saya diprospek oleh distributor MLM, testimoni ala pejuang perang, capek deh…”
Sebuah ilustrasi dari dunia MLM, presentasi dan testimoni yang terlalu bersemangat, terkadang membuat proses komunikasi terhambat. Ada yang terlupakan, mendengar.
Listening is an art – mendengar adalah sebuah seni, hal penting dalam berkomunikasi, namun sering terlewatkan. Memberikan presentasi (presentation skill) adalah hal pertama yang ditekankan di bisnis MLM, contohnya saat upline melakukan training awal bagi si downline cara mengundang dan merekrut. Kemudian, diikuti testimoni di kala target atau level tertentu dicapai..
Titik penting di bisnis MLM adalah komunikasi. Communicatioin is the heart of MLM business.
Berbicara dan mendengar adalah bagian dari komunikasi.
Ide dan semangat MLM, tersampaikan lewat penyampaian pesan kepada downline, prospek ataupun pembeli (buyer). Namun tidak kalah penting, mendengar merupakan proses dimana kita mengapresiasi mereka, lewat masukan yang disampaikan kepada kita. Selanjutnya, kita dapat mengukur apakah orang tersebut memahami apa yang kita sampaikan.
Juga, mendengar adalah proses dimana kita memahami character dan values orang lain. Mendengar merupakan sarana untuk memahami impian orang lain. Selanjutnya, mendengar merupakan salah satu sarana membangun kerjasama tim,dimana kita menyatukan visi dan energi mencapai tujuan.
Listening is an art – sebuah artikel yang ditulis oleh Frances Hesselbein, lebih lanjut menjelaskan
· Mendengar dengan penuh perhatian, diiringi dengan kontak mata (eye contact). Kenapa? Karena saat mendengar, kita akan menangkap pesan verbal (spoken words) dan pesan non verbal (unspoken messeges). Pesan verbal lebih mudah dicerna,di sisi lain, pesan non verbal membutuhkan energi ekstra dalam proses interpretasi.
Pesan tidak terucapkan, biasanya terpancar dari bahasa tubuh (body language). Terkadang, di kultur timur, berkata tidak adalah sebuah hal yang tidak lazim diucapkan secara eksplisit. Kita harus peka “mendengar” bahasa tubuh lawan bicara kita, apakah dia memahami, setuju atau bahkan tidak setuju dengan topik pembicaraan.
· Mendengar merupakan kerja team, dan bukan sebuah permainan solo. Apa artinya? Saya mendengar - anda merespon dan sebaliknya. Dibutuhkan lebih dari satu orang untuk menciptakan sebuah komunikasi yang baik.
· Mendengar pikiran dan kata hati kita sendiri (listening to our inner self). Maksudnya? Rajin rajinlah mendengar kata hati dan pikiran anda selama melakukan komunikasi, karena menurut Hesselbein, kepekaan rasa (intuisi) merupakan hal penting yang kerap diabaikan dan terlupakan.
Intuisi, terkadang dapat berjalan jauh, sebelum pesan verbal terucapkan. Sebagai contoh, mungkin pernah anda alami saat rasa hati kita melihat potensi dari seorang leader, langsung terpatri, walaupun pembicaraan formal dengan si leader baru dalam tahap menjajagi.
Hesselbein mengingatkan lewat sebuah kata bijaknya, dengan mendengar kata hati kita dengan baik, kita dapat menjalin komunikasi yang lebih baik lagi dengan orang lain
Ada tanggapan?